Anda ingin berfantasi dengan masa-masa klasik di zaman kolonial
Belanda? Tidak cukup dengan mendatangi museum, ada pilihan lain yakni
mendatangi gedung Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI).
Ribuan arsip dari era tahun 1600 berada di gedung Arsip Nasional
Republik Indonesia (ANRI) yang berada di Jalan Ampera Raya 7 Jakarta.
Seiring kemajuan teknologi informasi, bentuk arsip tidak hanya dalam
bentuk konvensional (tekstual dan kartografik) tetapi kita bisa
menemukan dalam bentuk media baru seperti film, video, rekaman suara,
foto, mikrofilm, dan ragam format lainnya.
"ANRI mempunyai kewajiban untuk melestarikan arsip yang dimiliki
bangsa ini sekaligus akan menjadi bukti kolektif bangsa," tutur kepala
ANRI, M. Asichin, S.H. dalam perbincangan dengan wartawan belum lama
ini.
Tidak hanya itu, ANRI mempunyai peran masa lalu yakni memberikan
bukti sejarah, bukan menafsirkan yang ada di dalamnya serta masa datang
yakni memberikan pencerahan kehidupan kebangsaan.
Sampai saat ini, volume khazanah arsip konvensional yang ada di ANRI
hingga kini berjumlah sekitar 20 kilometer linier, yang terdiri atas:
(a) arsip masa VOC (1602-1799), (b) arsip Periode Hindia Belanda
(1800-1942), (c) arsip Periode Inggris (1811-1816), (d) arsip Periode
Jepang (1942-1945), dan (e) arsip Periode RI (1945-2000).
Asichin mengakui memang adanya keberadaan ANRI ini memang belum
begitu populer dan menjadikan ini sebagai tantangan untuk mendorong
semakin banyak orang yang datang.
"Arsip tidak akan berfungsi atau bermanfaat kalau hanya didiamkan
saja. Ibarat kita mempunyai anak cantik tapi tidak dikenalkan di luar
tidak akan bermakna," tuturnya.
Tentang usia arsip-arsip ini, Asichin mengaku tertua yang ada adalah
dibuat tahun 1600-an yakni arsip tentang asal-usul keturunan tinggalan
VOC. Ini jauh lebih baru dibandingkan dengan dokumen di negeri Belanda
maupun Perancis.
"Di Eropa, khususnya Paris dan Belanda bisa ditemukan dokumen yang
usianya saat jaman kelahiran Yesus artinya tahun 0 masehi. Di Cina
lebih lama lagi yakni Cina 1000 tahun sebelum Jesus lahir, artinya 1000
tahun sebelum masehi," tuturnya.
Dewasa ini, ANRI tetap melestarikan arsip sebagai memori kolektif
bangsa lewat pelaksanaan akuisisi arsip, baik milik lembaga
pemerintah/departemen, BUMN, swasta, dan perorangan.
Asichin mengaku ingin sekali ANRI akan mampu menjadi simpul jaringan
yang memungkinkan siapapun bisa mengakses atau melihat arsip yang ada
di ANRI berbasis internet. "Dengan jaringan terintegrasi, walaupun kita
berada di Manado atau Banjarmasin kita masih bisa melihat," tuturnya.
Lembaga kearsipan di Indonesia, pada dasarnya, secara de facto sudah
ada sejak 28 Januari 1892, ketika Indonesia masih di jajah Belanda (
Hindia Belanda).
Belanda mendirikan Landarchief. Pada masa pendudukan Jepang
(1942-1945) Landarchief di ganti istilah Kobunsjokan yang ditempatkan
dibawah Bunkyokyoku.
Namun secara yuridis, keberadaan lembaga kearsipan Indonesia dimulai
sejak diproklamasikan kemerdekaan Indonesia 17 agustus 1945, dimana
lembaga kearsipan (landarchief) diambil oleh pemerintah RI dan
ditempatkan dalam lingkungan Kementerian Pendidikan Pengajaran dan
Kebudayaan (PP&K), dan diberi nama Arsip Negeri.
Pada tahun 1971, merupakan tonggak bersejarah bagi dunia kearsipan,
yakni lahirnya payung hukum Undang-Undang Nomor 7/1971 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Kearsipan.
Tiga tahun kemudian, berdasarkan Keputusan Presiden No.26 Tahun 1974
secara tegas menyatakan, bahwa Arsip Nasional diubah menjadi Arsip
Nasional Republik Indonesia yang berkedudukan di Ibukota RI dan
langsung bertanggungjawab kepada Presiden.
Seiring perkembangan waktu, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1971
diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang
Kearsipan. Dalam UU itu, arsip adalah rekaman kegiatan atau peristiwa
dalam berbagai bentuk dan media sesuai dengan perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi yang dibuat dan diterima oleh lembaga negara,
pemerintah daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik,
organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan dalam pelaksanaan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.